Berita 

Siang Hingga Malam di Cisauk

Dapoer Sastra Tjisaoek (DST) mengadakan riungan, minggu 24 Juli. Riungan kali ini bertepatan dengan bulan Syawal yang sering kita identikkan dengan Halal Bi Halal. Riungan ini sebenarnya acara rutin DST meski tidak teratur secara jadwal, terkadang bisa satu kali dalam satu bulan tapi terkadang juga bisa sekali dalam tiga bulan. Sebanyak 25 orang pecinta seni dan sastra turut meramaikan acara riungan kali ini. Sebagian berasal dari Emperan Pamulang (EmPang) yang merupakan anak-anak muda yang memang bergiat di DST, sebagian dari KSI Tangsel, Saung Sastra Tangerang dan pegiat dari Malam Puisi Tangerang.

Acara yang bersifat santai ini memang dirancang tak tematis. Kita bisa membahas banyak hal disini secara bebas tanpa protokoler atau moderator yang ketat. Acara sebenarnya dimulai pukul 12.00an tapi mulai terlihat ramai pkl 14.00.

Dipandu Nana Sastrawan, acara dibuka dengan nyanyian puisi oleh Adang dan Tao dari EmPang. Mereka tentu diiringi oleh beberapa teman secara bergantian seperti Heru Cakiel, Umi, Tria, Titis, Ady Bonga yang menjadi artis hari itu dan Nana sendiri. Hampir semua yang hadir pun kemarin membawakan puisi yang diambil dari buku-buku yang banyak tertata di DST. Ramandha Yoedha Pratama sang pemain pantonim pun beberapa kali mengiringi pembacaan puisi dengan gerakan yang artistik.

Rini Intama, pegiat Saung Sastra hadir juga. Rini mensosialisasikan program Kemah Sastra se-Tangerang Raya yang rencana akan digelar bulan Agustus nanti. Kemah Sastra rencana akan melibatkan tiga daerah Tangerang Raya seperti kabupaten Tangerang, kota Tangerang plus kota Tangerang Selatan. Acara rencana akan bertempat di Saung Sastra Tangerang yang berlokasi di Pakuhaji, kabupaten Tangerang.

Handoko F Zainsam didaulat untuk menyampaikan materi. Meski spontanitas dan banyak yang dibahas, pembahasan dalam diskusi berjalan hangat dan panas karena antusias teman-teman cukup tinggi.

“Dalam berkarya kita boleh salah, tapi kita tak boleh berbohong,” tegas Handoko. Dan Man Atek pun urun rembug tentang batasan plagiasi dan karya.

“Karya hanya boleh diterbitkan satu kali, boleh saja jika terbit lebih dari satu kali tapi harus ditulis bahwa itu pernah dimuat di tempat lain sebelumnya. Jika tidak dijelaskan maka itu bisa disebut pengelabuan,” tutur Man Atek.

Raka Mahendra pun urun rembug di pembicaraan tentang Sastra semisal Plagiasi dan proses kreatif juga tentang kebebasan ekspresi.

“Ada 9 kesalahan dalam puisi yang banyak tak dimengerti bahkan oleh para penulis dan kritikus puisi,” lempar Raka pada forum. Abah Yoyok sang tuan rumah pun manggut-manggut.

Saat senja lewat, meski hari diiringi hujan dan gerimis panjang juga sebagian besar pegiat sastra kembali ke rumah, tapi obrolan masih berlanjut hingga pukul 22.00.

 

Mahrus Prihany

Related posts

Leave a Comment

19 − eight =