DEMENSIA DAN SEBONGKAH SALJU

Puisi-puisi Vito Prasetyo ______________________________________________________________________

 

BIARLAH AKU MENULIS

Kelak mata ini tak lagi memberi makna
berjalan pada tebing terjal
di antara kelokan kawat berduri
naik dan turun tanpa arah jelas
menutup telinga, menjerit keras

Dulu ada sepasang rindu terlupakan
kala desah napas bergemuruh mengejar mimpi

Kemana lagi kertas-kertas yang tertulis
disitu pernah tercatat kisah duka dan bahagia
apakah semua telah tersapu
zaman ini menjadi terlalu keji
ketika sepasang manusia renta
mengais semua mimpinya dalam sajak hidup
dan kita enggan untuk menulisnya
menganggapnya sebagai syair sampah

Bukankah senantiasa kita menulis aksara
seakan disitu terpancar kebersihan diri kita
hingga jiwa kita tak pernah duduk
terus mengembara untuk menguliti rasa sombong diri

Aku bukanlah penyair
yang merintis kemenangan
menghapus duka dengan luka baru
adalah jemariku senantiasa bergejolak
di antara putihnya kertas
yang selalu merindukan warna tinta
agar bermakna bagi hidupnya

Malang – 2020

 

Demensia

: untuk Florian Zeller

sitir puisi yang engkau tuangkan
dalam cawan waktu
telah mereguk di dahaga penyair
menjelma serupa sihir ular
berganti kulit di musim paceklik
rumput pun kering menguning
seakan tungku memasaknya, menjadi tumis
yang rebakkan aroma kemarau

seperti ular, memainkan drama
merayap di bebatuan dan tanah humus
tinggalkan puisi
tanpa sesenggukan tangis
seakan membaca “The Truth” dan “The Lie”
membedah pikiran
definisi para penyair, yang
merumitkan kata dari kesederhanaan
dan kita terpukau
Florian Zeller, makin jenius

malam-malam mungkin menjadi puing
dari kerapuhan mata
seluruh jalan serupa syair drama
yang memainkan gelombang
gundah-gelisah manusia
dengan simbol diri
penyair –
sebab puisi selalu larut
dalam kata-kata drama
dan terbaca aksara kuno
yang telah berlari
tinggalkan kastil dan tembok-tembok
semesta lautan, pendurhaka langit
menjadi pikun
menjadi demensia
di masa yang tak pernah tua

Malang, 2021

 

Selembar Tidur

dingin udara membekap
menelusup pucatkan tulang
yang tegak berdiri tanpa sebab
pada titian tanah serupa kerak bumi
kaki gemetar, kehilangan makna

satu-dua
nafas mengejar, timbul-tenggelam
merangkai komposisi kata
masihkah ubun-ubun ini
mengiang puisi di selembar tidur
dan menyapa hari esok
di tungkai tombak-tombak
yang merancap sinar matahari

akan sampai di ujung
pada lereng-lereng tirakat
kesunyian yang mendekap cinta samar
terpenggal dari turun-temurun
buih ombak yang menggapai bibir pantai
mencumbu lekat di garis-garis cakrawala
terlahir dari rahim revolusi zaman

matahari menyiram luka
pada tubuh-tubuh letih dan penat
mengaduk dan meramu perjalanan
hingga abjad terbaca diksi
perias puisi di halaman langit

adakah cara yang lebih sempurna
selain tidur yang diziarahi para pendoa
atau takwil tidur serupa sihir kata
mendiami ingatan di geligi malam
dan meruncingkan:
“pelepah bawah luruh, pelepah atas jangan gelak”
di ceracau lisan kita yang terbuai peradaban

kini, masih ada jalan pulang
di tungkai morfem kekal
adalah kita, tungku kata-kata
membara dalam diksi sajak

Malang, 2021

 

 

Sebongkah Salju

harus kutulis dengan cara apa lagi
hingga engkau mampu menangkap kerinduanku

jika kata-kataku telah mati
biarkanlah bait-baitku menjaring perasaanmu
hanya dengan itu, sajakku mampu hidup kembali

aku bukanlah sajak terindah buatmu
hanya sepenggal luka
yang terobati dari bongkahan salju
meleleh diterjang terik matahari
karena bias cahaya itu separuh harapanku
di kala senja tak lagi melagukan kidung cinta

Malang – 2020

 

 

VITO PRASETYO, dilahirkan di Makassar, 24 Februari 1964. Bertempat tinggal di Kab. Malang. Pernah kuliah di IKIP Makassar. Bergiat di penulisan sastra sejak 1983, dan peminat budaya. Menulis cerpen, puisi, esai, dan resensi, serta artikel pendidikan dan bahasa telah dimuat beragam media cetak lokal, nasional, dan Malaysia, antara lain, Koran TEMPO, Republika, Media Indonesia (Jakarta),  Pikiran Rakyat (Bandung), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), Solopos (Surakarta), Rakyat Sultra (Kendari), Suara Merdeka (Semarang), Pedoman Rakyat (Makassar), Suara Karya (Jakarta), Minggu Pagi,  Bali Post (Denpasar), Haluan (Padang), dan Mingguan Utusan Malaysia. 

Buku kumpulan puisinya yang telah terbit, antara lain, Jejak Kenangan terbitan Rose Book (2015)), Tinta Langit terbitan Rose Book (2015) – 2 September terbitan Rose Book (2015) – Jurnal SM II (2015) terbitan Sembilan Mutiara Publishing (2016) – Keindahan Alam terbitan FAM Publishing (2017) – Ibu terbitan FAM Publishing (2017) – Tanah Bandungan terbitan FAM (2018) – PerempuanPerempuan Kencana (2020) terbitan LISSTRA – Antologi Puisi Sajak DwiwanggaDunia Tak Lagi Dingin (2020) – Antologi Esai Menakar Kebergizian Buku, Apajake.id (2021) – Buku Antologi Puisi Luka Mimpi, WR Academy (2021) – Buku Antologi Puisi Lelaki Hujan, WR Academy (2021) – Buku Antologi Motikal Bisai, Komunitas Durasi Paralay (2021) – Buku Antologi Puisi Sabda Bumi Media Literasi Indonesia (2021) – Buku Antologi Puisi Sepeda dan Buku, Apajake.id (2021).
Namanya termaktub dalam buku APA DAN SIAPA PENYAIR INDONESIA (2017).  Juara 1 Lomba Menulis Puisi Tema “Patah Hati” Tingkat Nasional Tahun 2020 (Writerpreneur Academy). Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tema “Asmara” Tingkat Nasional tahun 2021 (Writerpreneur Academy).

Related posts

Leave a Comment

eight + nineteen =