CERPEN 

MAESA UTAMI

Cerpen Hafis Azhari  ______________________________________________________________________   MAESA Utami memilah-milah bungkus makanan yang akan dibawa untuk menjenguk anaknya di Rumah Sakit Jiwa Bogor, Jawa Barat. Kalau ada sedikit saja benda tajam, termasuk sendok garpu, ia khawatir anaknya akan salah menggunakannya. Apa saja bisa menjadi alat dan senjata yang bisa melukai tubuhnya sendiri. Sebelum masuk ke dalam, dua orang petugas akan memeriksa tas pengunjung dengan ketat. Bahkan, sebuah bolpoin atau toples kaca yang dibawa Maesa untuk menyimpan cemilan, tetap tak diperbolehkan masuk.

Read More
CERPEN 

BENGKONG TERAKHIR

Cerpen Zaenal Radar T. ____________________________________________________________________   Wak Jeple barangkali bengkong atawa tukang sunat tradisional terakhir di kampung kami. Sebab tidak ada anak atau cucu yang bisa melanjutkan karirnya sebagai bengkong. Dengar-dengar Wak Jeple masih tampak gagah walau usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun.

Read More
CERPEN 

Ibu Bermimpi, Bapak Terbang

Cerpen Mahwi Air Tawar ____________________________________________________________________ Pada hitungan hari keseribu sejak bapak meninggal, ibu bermimpi, bapakku bangkit dari kubur dan terbang ke arah tenggara. Sanak kerabat dan tetangga yang ketika itu sedang berdoa bersama terkesima. Mereka tak melihat secara kasat mata apa yang ibu lihat dalam mimpinya, tapi merasakan hembusan angin yang tiba-tiba. Di antara mereka yang segera menggeser posisi duduknya, lebih dekat dan lekat dengan paha orang di sebelahnya. 

Read More
CERPEN 

DERAI HUJAN DAN KATAK-KATAK BERENANG DI KOLAM

Cerpen: Lintang Alit Wetan ____________________________________________________________________   “Kung…kek. Kung…kek…” Malam tintrim, hujan tumpah. Di blumbang atau kolam depan rumah, kulihat katak-katak lelumban, ciblonan berenang-renang kesana-kemari. Bagi mereka, keluarga katak, hujan mungkin adalah berkah berlimpah. Air dan daratan, dua tempat berbeda yang menjadikan para katak itu hidup dan beranak pinak. Kawanan katak terus bernyanyi dengan riang gembira di bawah guyur hujan yang berderai-derai.

Read More
CERPEN 

(Tidak) Ada Surga di Kaki Ibu

Cerpen: Kak Ian _______________________________________________________________ Semua pasang mata mengarahkan kepadaku. Di ruang tamu, aku seperti terdakwa yang tidak bisa lagi untuk beralibi. Tak berkutik dan terpojok. Alibi-alibi yang kukatakan kepada mereka dianggap hanya sebagai dongeng peneman tidur. Esoknya membosankan bila diulang-ulang lagi diceritakan. Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa saat ini. Mereka benar-benar menganggapku sebagai sanderanya saja. Bila aku tidak menuruti kata mereka terpaksa membusuk di tempat pesakitanku saat ini.

Read More
CERPEN 

Calon Mayat

Cerpen: Zainul Muttaqin ____________________________________________________________________ Sudah hampir satu minggu Mak Murken jatuh sakit, lemas tiba tiba tubuhnya. Dia terbaring di atas ranjang, tak lagi banyak berkata. Sesekali saja ia bicara, pelan suaranya terdengar meminta sesuatu pada Wati, anak perempuannya itu. Semakin hari, wajah Mak Murken kian redup, pucat terlihat oleh Wati. Kecemasan tambah membelukar dalam dada Wati, takut ia bila ibunya meninggal.

Read More
CERPEN 

MENANAM GEDUNG

Cerpen: Achmed Sayfi Arfin Fachrillah _____________________________________________________________________ “Tidak! Padiku adalah yang paling subur.” “Ha? Mana mungkin padi yang sering dimakan tikus kauanggap paling subur? Coba lihat padiku, tidak akan kau temukan tikus berkeliaran apalagi sampai memakan. Lahannya pun tak kalah saing dengan lahanmu.” “Eh. Jaga mulutmu! Lahanku ini bekas aliran lava gunung berapi.” Matahari setinggi tombak di ujung timur, dua nenek itu tetap tak ada yang mau kalah perihal lahan siapa yang paling subur. Sudah hampir satu jam mereka bercekcok di tengah sawah. Namun, tetap tak ada yang mau mengalah. Entah…

Read More
CERPEN 

LELAKI YANG KEHILANGAN CAHAYA

Cerpen: Ilham Nuryadi Akbar ____________________________________________________________________   Tangannya terus meraba-raba, mencari dinding dengan langkah yang beringsut, bahkan tak sedikit pun cahaya sampai pada lensa matanya, seisi rumahnya menggelebat warna hitam seperti pantat wajan sehabis dipakai acara pesta pora pernikahan. Seluruh anatomi tubuhnya tak mendapati pegangan, terkecuali kakinya yang beralaskan ubin dingin, ia pun mengubah haluan dari berdiri menjadi merangkak, yang ia perlukan saat ini hanyalah meraih gagang pintu untuk dapat keluar rumah.

Read More
CERPEN 

Pak Guru dan Ingatan yang Diburu

Cerpen: Said Kusuma ____________________________________________________________________ Aku sedang menyiapkan modul pelajaran saat kulihat para murid berkerumun mengelilingi seseorang di depan gerbang sekolah. Aku mengenali orang yang dikerumuni itu sebagai ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) bernama Bang Yatno. Apakah murid-muridku sedang mengganggunya lagi? “Hey, stop! Jangan ganggu Bang Yatno!” Kuhampiri mereka. Para murid menurut. Mereka melepaskan pegangannya dari tangan Bang Yatno. Beberapa masih tertawa cekikikan. Lalu seorang murid bernama Edo menjelaskan, “Ini kan hari Jumat, Pak. Jadwal pelaksanaan senam. Bang Yatno mau kita ajak senam bareng supaya sehat.”

Read More
CERPEN 

JALAN PULANG KE OSAKA

Cerpen: Vito Prasetyo ____________________________________________________________________ Rumah di depan rumahku itu kini telah berpenghuni. Rumah yang telah direnovasi total, sehingga tampak berbeda dengan rumah-rumah di sebelahnya. Ada taman mungil berbentuk asimetris dengan sebuah kolam yang dikelilingi batu-batu. Tanaman-tanaman bonsai yang dipotong rapi, serta jembatan mungil yang menghubungkan kolam dengan teras. Pintu utama menggunakan model pintu geser. Di langit-langit teras, tergantung sebuah lampu dengan kap berbentuk lampion yang bertuliskan huruf kanji. Benar-benar Japanese style house.

Read More