MUSIM YANG MELUPA WAKTU

Puisi-puisi Ibrahim Gibra

————————————————————————————

 

 

DAUN DI ATAS ANGIN

 

Sesudah batu menjelma apel, baru kuingat

sebenarnya sudah lama kau berkabar

tanah jadah di kota, yatim di kampungnya

 

Pagi ini, dari teras rumah

kau kirim pesan pendek tantang daun di atas angin

yang kau bela-belain dengan rindumu

sebab tanah tak lagi diberi waktu menganyam akar

 

Itu rindu kau bayar atas getir tanah kota

dahan patah, pohon tumbang, dan tumbuhlah beton.

 

Pada lahan tanpa tanah, rindumu pulang

lalu kau hidupkan hijau, dari cinta pipa pada air

 

Kali ini kau kirim rindumu ke kota-kota

menanti penyuka daun di atas angin: tanpa racun

 

Jakarta, 2019

 

 

HINGGA DERAI BUTIR PASIR TERAKHIR

: bagi semua yang melintasi waktu

 

Pada derai butir pertama

aku menemukanku di masa lalu

 

Unyu dan culun. Pada derai butir terakhir

aku mengirimku ke masa kini

 

Di antara derai butir pertama dan terakhir

aku cuma kelana. Masihkah aku unyu dan culun?

 

Bisakah aku sentenarian?

Nadi yang berdetak seratus tahun?

 

Tak peduli pada waktu

jam pasir terus menderai pasir hingga pasir terakhir

 

Jakarta, 2019

 

 

 

LAYANG-LAYANG SORE

 

Layang-layang sore. Ditiup angin

meninggi, meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri

Dua bangau bergegas pulang dangau

 

Layang-layang sore. Tahukah kau

sore ini bulan mau menjemput cakrawala Syawal?

 

Ramadhan segera beranjak pergi

 

Layang-layang sore. Tahukah kau

kapan Ramadan datang lagi

dan suatu sore nanti

tahukah kau layang-layang itu

akan meliuk-liuk mengantar Ramadan

dan menjemput Syawal lagi?

 

Layang-layang sore. Tentu saja kau

tak akan memutus benang langitmu.

 

Jakarta, 29 Ramadhan 1440 H

 

 

 

ROTI BAKAR 88

: Ahmadun Yosi Herfanda

 

Usai tafakur, malam tadi

Rerumputan mampir di warung itu

menabur pelangi pada sepotong roti bakar

dibalut cokelat dari negeri rempah

 

Baru kutahu, pemilik warung itu

bertahun-tahun memanggil musafir singgah

meski sejenak:

 

bicara kata rasa

rasa kata

pantas saja selalu ramai

dan musafir terus datang dan pergi

 

Jakarta, 2019

 

@ Puisi-puisi di atas diambil dari buku kumpulan puisi Musim yang Melupa Waktu (Ibrahim Gibra, Diva Press, 2021)

—————–

Ibrahim Gibra adalah nama pena dari Gufron Ali Ibrahim. Menulis puisi, cerpen, artikel budaya serta demokrasi. Nama pena tersebut biasanya dipakai dalam menulis cerpen dan puisi. Sedangkan nama Gufron A. Ibrahim dipakai dalam menulis artikel bahasa, sosial budaya, demokrasi, dan literasi.  Lahir di Waigitang, Halmahera Selatan, Maluku Utara, 28 September 1963. Sederet jabatan pernah diembannya, antara lain  Rektor Universitas Khairun (2009-2013), dan Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (28 Agustus 2015—4 Juni 2020). Beberapa buku telah dilahirkannya. Buku terbarunya, kumpulan puisi, Musim yang Melupa Waktu, diterbitkan oleh Diva Press, Juni 2021.

Related posts

Leave a Comment

13 − eight =