Pulanglah ke Rumah Kayu

Puisi: Nuriman N. Bayan ___________________________________________________________________   PULANGLAH KE RUMAH KAYU Pulanglah ke rumah kayu ada yang menunggu di antara deretan fofau, hate besi, dan kenari asap masa kecil yang harum sampai kini masih mengepul kopi yang ingin kamu teguk ampasnya tak akan mengapung pisang yang ingin kamu goreng tak akan bengkak di dalam belanga

Read More
PUISI 

Di Depan Mulut Tungku

Puisi-puisi: Samsudin Adlawi ___________________________________________________________________   DI DEPAN MULUT TUNGKU Potongan-potongan ranting kayu setengah kering antre di depan mulut tungku sebuah rumah. Beberapa ekor ayam pucat kesi terkulai dalam perut panci usang tanpa darah tanpa bulu. Api memercik dari kepala batang korek melumat ranting kayu. Merah baranya marah menyengat pantat panci usang.

Read More

Perahu Telah Jauh Berlayar

Puisi-puisi: Eddy Pranata PNP ___________________________________________________________________ PERAHU TELAH JAUH BERLAYAR — adri sandra — dan cuaca bertarung dengan tebing karang, perahu meluncur dilambung-lambung gelombang : “serabut usia bersimbiosis dengan gemerlap rembulan!” sorot mata berkaca-kaca, edelweis remuk dalam genggaman perahu telah jauh berlayar bertahun menerabas sunyi laut, kabut, angin asin deras berkesiur, dan cahaya cinta yang hilang : “masa silam kita simpan dan kita nyalakan di bilik sejarah rahasia!”

Read More

Puisi Luka di Atas Kereta

Puisi-puisi: Dedi Tarhedi _____________________________________________________________________ PUISI LUKA DI ATAS KERETA Puisi luka menjerit pada gerit rel kereta api Tasikmalaya-Surabaya Helai- helai kenangan rontok seperti rambutmu setelah kemoterapi di sana. Dari Madiun sampai Gubeng, kulihat pohon, sawah dan sungai mengalir ketenangan. Tapi tak membuat kegembiraan di wajahmu yang kesakitan.

Read More

Memancing Duka di Tubuh Ayah

Puisi-puisi Joko Rabsodi ______________________________________________________________________ DOA YANG MENGAPUNG Ibu, kaos koneng yang kau paketkan dengan redaksi luntur masih menyekat, rindumu padat menyamak setiap pulang ke wismamu, pintalan huruf di baju menuntun kukuh memeluk, kenangan terurai menikungi secarik rasa perpisahan ini mencanangkan beribu pertemuan dengan kondisi terbelak tawa, suatu hasrat yang kuserat pada kalender yang tiba-tiba mengingatkan tentang kehilangan yang lupa ditandai warna

Read More

Puisi Hanya Sekilas Kerlip di Layar Digital

Puisi-puisi Budhi Setyawan __________________________________________________________________   PUISI HANYA SEKILAS KERLIP DI LAYAR DIGITAL lewat bingkai zoom, facebook dan instagram kita kupas lapis lapis perjumpaan euforia untuk mencari lingkar keberadaan seperti memasuki lorong yang diawetkan propaganda dengan keseragaman tanda nujum periferal masa depan

Read More

Hari Ini Barangkali

Puisi-puisi Kurliyadi ________________________________________________________________   DOA SAAT DI KAMAR MANDI Aku lupa berdoa sebelum kita bertemu Di pertigaan dekat tukang jamu malam itu Kita bertanya dan memesan jamu anti anu Entah pakai telur ayam kampung atau bebek merah pandan Konon katanya bisa menguatkam dan bertahan Meski gelombang keringat berpacu bersatu

Read More
PUISI 

Milik Siapakah Kota Ini

Puisi-puisi Iman Sembada _______________________________________________________________   PEREMPUAN ITU MENJADI BAPAK Perempuan itu telah menjadi bapak Mengasah kata-kata setajam kapak Untuk menetak angka-angka di almanak Angin bangkit dari celah ranting Kering. Setiap siang dan malam Selalu ingin kau tuntaskan Fatwa dalam ruang-ruang virtual

Read More
PUISI 

Membunuh Pagi

Puisi-puisi: Akhmad Idris _______________________________________________________________   SAJAK UNTUK SAPARDI Abadi, Mati, dan Pergi. Adalah sekumpulan kata-kata tak bermakna yang menjadi surga di hadapan tangan-mu. Sementara waktu, buku, dan rindu adalah rentetan kejadian di pasar loak yang perlahan membeku di musim panas.

Read More
PUISI 

Buku Terakhir Filsafat Stoa

Puisi-puisi Vito Prasetyo __________________________________________________________________ LAMPU-LAMPU KAFE wajahnya, serupa raut kafe. dari secangkir kopi, memantik aroma. duduk dan memancar gelisah. sandarkan penat di pelukan kursi kayu. di antara kelap-kelip lampu. redup bulan mengintip. bagai bunga perdu, sorot mata itu. merajam angin.

Read More