puisi 

Puisi-Puisi Robbi Jannatan

Robbi Jannatan, Lahir dan dibesarkan di Kota Padang, Sumatra Barat. Menamatkan studi di Pascasarjana Biologi Universitas Andalas. Kini tinggal di Kabupaten Tanah Datar. Buku antologi puisi tunggalnya yang terbaru adalah Sajak-Sajak Duduk Semeja (2016).

 

Sederhana Saja

 

Saban maghrib, setelah mengaji,

Ibu menggenggam tanganku.

Ibu menatapku dan berpesan.

Jika cinta Kirana,

jangan lama-lama.

Kejar dan gapai hatinya.

Sederhana saja,

cukup tunjukkan binar mata,

kau akan menggenggam tangannya hingga tua.

 

Aku mengangguk.

Ibu mengambil Sajadah dan Mukena.

Berikan ini untuknya, lanjut Ibu.

 

Saban maghrib, setelah Ibu mengaji,

hatiku bermekaran.

 

Padang, 2017

 

 

Sepi yang Binal

 

Rindu dalam birai terpajang.

Kaku dalam bilik berdebu.

Bilamana cinta datang memagut.

Memajang rindu dengan apik setiap saat.

 

Sepi semakin binal.

Kamu pergi membawa cemeti,

penjinak sepi yang melolong.

Memekakkan telinga,

menumpuk rindu di belanga.

 

Cinta kusimpan dalam laci,

tak kubuka lagi. Hatiku, ku ikat rapi

dengan buhul di dalam bilik yang terkunci,

Abadi.

 

Padang, 2016

 

 

Kamu dan Perempuan Itu

 

Aku adalah penjahit,

menyulam tulang dan dagingmu dari benang-benang,

yang dipintal dengan apik.

Hidup di dalam sajak ini,

dan kunamakan kamu.

 

Aku adalah pelukis,

menggambar wajahmu dari warna-warna,

dari puluhan warna nan elok.

Kamu akan selalu tersenyum dengan mata berbinar,

dalam sajak ini kamu bahagia.

 

Aku adalah pemahat,

menatah kakimu yang jenjang,

dengan kayu-kayu dari pohonan hutan,

kamu akan selalu berdiri tegap dan tak akan berjalan lunglai,

dalam sajak ini kamu tidak akan menyerah.

 

Aku adalah penulis,

menuliskan tangan-tanganmu,

dengan tinta-tinta yang kujaga baik.

Hidup dalam sajak ini,

tanganmu senantiasa berbuat kebaikan.

 

Aku adalah ahli ibadah,

merapalkan doa-doa,

dari lubuk hati yang mengalir ketulusan.

Agar kamu abadi di dalam tiap bait sajak sederhana ini.

 

Aku adalah penyair,

menulis semua tentangmu dari larik-larik,

di atas kertas yang diberikan Tuhan.

Kertas yang ditanam di dalam rahim seorang perempuan.

 

Perempuan yang kuhadiahi kamu kepadanya.

Kamu dan perempuan itu,

membuatkan jalan kemana aku hendak pulang.

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

twenty − fourteen =