puisi 

Puisi-puisi Hendri Krisdiyanto

Hendri Krisdiyanto lahir di Sumenep, Madura. Alumni Annuqayah daerah Lubangsa. Karyanya pernah dimuat di: Minggu Pagi, Kabar Madura, Koran Dinamikanews, Nusantaranews, Radar Cirebon, Radar Banyuwangi, Buletin Jejak, Tuban Jogja, Buletin kompak, Jejak publisher, Majalah Simalaba, Antologi bersamanya :Suatu Hari Mereka Membunuh Musim (Persi :2016), Kelulus (Persi :2017) Dan The First Drop Of Rain (Banjarbaru, 2017).

 

Perjalanan

 

Di waktu menuju rumahmu, cerita mengalir

Serupa riak air yang menyisir dari hulu ke hilir

 

Dan matahari yang terang sanggup menciptakan bayang-bayang

Pada jalan berliku di musim yang kerontang

 

Sejenak, muncullah segenap kekalutan pada sesungging senyummu

Dan rumput ilalang yang menari di pelupuk matamu

 

Sebab ketika isak tangis pecah dari rimbun bukit

Sisa-sisa kemelasan kembali aku rasakan

 

Lalu, sebelum senja susup dalam kedip mataku

Perenungan malammu terlebih dahulu mati sebelum batas waktu.

 

Batang-batang, 2016

 

 

Sebutir Debu

 

Telah kutemukan seraut wajah sendu di tengah alun kota

Dan sebutir debu merayap pada selembar nafasnya

Menyeringai bagai mentari dari fajar ia melangkah pada senja

 

Bukan seperti hujan di musim semi

Melainkan deru ombak di samping kaki bibir-bibir pantai

Yang melatarbelakangi akan seraut wajah sendu di tengah alun-alun

 

Dan sehelai selendang yang mengalung pada ceruk jantungnya

Memintaku untuk bercumbu dalam hasrat yang kian menggebu

Hingga menyisakan jejak dalam pendaran mata

Lalu, sorotan matanya bertindak manja pada pelupukku

 

Annuqayah, 2017

 

 

Seekor Lalat

 

Seekor lalat yang terbang,

Hinggap di suatu ruang yang besar

Di dalamnya berisi limbah dan sampah-sampah

Kemudian lalat itu diam

Sepertinya ia memakan makanan bekas sarapan pagi orang setempat

 

 

Untunglah, tidak ada pemulung usang

Yang kerap-kali mengambil jatahnya dari sampah-sampah

Lalat itu merayap di sekeliling ruang yang besar dan kotor itu

Barangkali ada beberapa yang belum tersaji

 

 

Lalat itu kembali terbang,

Mencium aroma nasi hangat dari bakul yang baru dibuat

Seperti aroma nikmat bembammenggale

Yang di benamkan dalam abu panas

Kelihatannya lalat itu menyukainya.

 

Annuqayah, 2017

 

 

Pada Prasasti Ciaruteun

 

Seorang lelaki paruh baya telanjang dada

Duduk bersimpuh di samping batu besar

Tangannya yang kiri melekat pada dinding batu

Dan yang kanan Nampak terkulai lemas di paha kanannya

 

Barangkali lelaki tua itu lelah,

Sebab, kerajaan yang ia bela terjajah

Wajahnya penuh harap pada Dewa Wisnu Tuhannya

Ia tetap berdoa bersimpuh dengan raut wajah keruh

Agar perang di padepokan singgah ke peraduan

 

Sepertinya penat di badannya semakin berkawan

Karena tempatnya untuk berteduh, ambyar

Dan matahari lingsir dengan wajah suram

Hingga darah-darah yang berceceran

Adalah ritus pemujaan

 

Annuqayah,2017

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

20 − nineteen =