PUISI 

KAU TAK LAGI PUNYA KATA?

Puisi-puisi: Isbedy Stiawan ZS ____________________________________________________________________

IBU, AKU KEHILANGAN BAHASAMU

aku kehilangan bahasamu,
ibu, saat kaki kananku mencium
tanah kertapati ini. aku tak sempat
mengucap salam, gerbang
sriwijaya tak mampu kubuka

kepada segala yang sakti
para pendekar di gelanggang
buka aku jalan, “aku datang.”
kuucapkan salam hormat

lalu daundaun di sini luruh
arus musi hilang gemuruh
hanya nyanyian riang
menyambutku yang rindu

“sambut aku tangan terbuka
rapat di dada. aku tundukkan
kepala pemberi salam…”

23 September 2022

 

HUJAN JATUH DERAI AIR MATA

60 juta harga satu kilo gram
kutanya padamu, berapa
hargamu untuk bertahuntahun
membuatku percaya?

langit Jakarta membara
darah yang mengalir
sama denganku: merah
sebelum jadi kelam

hujan jatuh
derai air mata
sampai ke rumahku
ruang tamu sunyi

 

KAU TAK LAGI PUNYA KATA?

sungguh, aku tak lagi memunyai
kata untuk kau bawa pergi,
juga pamit. aku beri lambai
agar saat kau tinggalkan aku
masih menyisakan tanda
(bukan tahilalat yang telah
menipumu) agar saat kembali
kau tetap mengenaliku; kita
pernah bertemu dan seperjalanan
dalam pengembaraan. kau bilang,
piknik. kataku: “pakansi. kubekali
Cinta…”

kau lupa? – aku bertanya

itulah kata pertamaku karena
setelah itu aku tak lagi punya
: lalu, puisipusiku hanya igau
dan bukan untuk kau baca

kau tak lagi punya kata? – tanyamu

ya! sesungguhnya aku tak
memunyai kata lagi. sejak
diramut orang di tepi jalan
malam yang sendiri. pencuri
membawa pergi

 

 

Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan asal Lampung dan alumni Forum Puisi Indonesia 87 yang masih produktif sampai kini. Buku-buku dan karya puisinya kerap memenangkan lomba/sayembara, atau masuk nomine.
Tahun 2022 ia meluncurkan buku puisi terbitan Siger Publisher, yakni Nuwo Badik dari Percakapan dan Perjalanan, Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang, Ketika Aku Pulang (ketiganya terbitan Siger Publisher), dan Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya).
Ia pernah sebulan pada November 2015 melawat ke Belanda, dan lahirlah kumpulan puisi November Musim Dingin.

 

Related posts

Leave a Comment

one × three =