PUISI 

DARI PEREIDOLIA KE MUSIM SALAH KETIK

Puisi-puisi Lukman A. Sya

_______________________________________________________

 

 

PAREIDOLIA

 

Di langit utara

sebuntel gumpal awan

mirip kepala-kepala manusia

ke mana potongan badan lainnya;

perutnya, tangannya, kakinya?

Mulut manusia itu menganga

hidungnya seperti Pinokio

dalam cerita

 

Di langit tenggara

iringan barisan awan

seperti rahayat tanpa kepala

antri beras bulog,bantuan tunai

dan bantuan asal senang lainnya

semua tak bersuara

 

Di patung kuda

rombongan segerombolan

hayawanunnatiq tengah aksi

tubuh-tubuhnya, baju-baju gadingnya

ngoprot keringat

seperti awan menyimpan hujan kuasa?

mereka adalah para perangkat

yang imannya adalah angka-angka

mereka kaki tangan rasa ingin

minta seribu tahun periode jabatan

seperti anak merengek kepengen gula-gula.

 

(hingga kini mereka masih duduk-duduk di bawah pohon itu enggan beranjak,

mungkin tengah menanti sepotong celaka yang dikirimkan si angin atawa si hujan)

 

Jakarta, 2023

 

 

MUSIM SALAH KETIK

 

Doa sarjana bahasa jelang hari kiamat kubro:

Tuhan, dalam hidup antara luring dan daring, antara diptong dan fonologi

antara sintaksis dan semantik, serta keajaiban pragmatik kaum ilmuan,

kebimbangan para penutur bahasa. Ampuni salah-salah ketikku

ternyata benar segalanya sudah terungkap

segala kejadian dan kejelian yang anehaneh tersingkap. Kata sering disingkatsingkat.

Yang jadi yng, akronim menjamur,segalanya terdedah jdi sampah atawa berkah.

Ingin pergi ke museum malah jadi lari ke mesum…

 

Beri aku waktu sepersekian milidetik

agar dapat mengoreksi huruf yang salah tempat, mencoret lalu mencutat. Aku ingin hidup tidak sekadar percaya pada semantik apalagi semiotik dan ilmu tanda-tanda lainnya

Aku ingin hidup tenang dalam oksimoron gelap dan terang perjalanan ini. Surga atau neraka jadi kerelaan penerimaanku dan semoga dosa salah ketik ini untuk yang terakhir kalinya.

 

Kampus Bahasa, 2023

 

 

PULAU JAWA

 

Babad demi babad lahir

berganti-ganti, hingga kompeni ngokang senjata. Romusha dan rodi jadi rumusan kerja paksa, tanam siksa. Aduh, peradaban bergulir. Mahkota dipahat. Iklim berubah di mata khatulistiwa.

Jakarta kota beton tengadah dan kepanasan.

Surabaya mengenang Bung Tomo pekikkan Allohu Akbar. Jogja ada Shultan. Ada merapi dan Mak Lampir. Ada Malioboro, Romo Mangun dan Kuntowijoyo. Burung-burung Manyar, dan Khotbah di atas Bukit. Ada Sembahyang Rumputan-nya Ahmadun Yosi Herfanda.

Tanpa jawa apa jadinya Indonesia. Mata rantai Nusantara.

Ada jamu ada temu lawak. Ada ragu ada masa depan.

Pasundan cerewet. Ramadhan KH menulis priangan si jelita. Ada kompeni terbunuh

di bawah jembatan viaduct. Ada Boscha di Lembang. Ada Ishola Bumi Siliwangi.

Yuk, makan nasi liwet di Punclut. Bukit berganti perumahan. Buah pala jadi bohlam.

Ada ondel-ondel, ada andong, ada si Kabayan saba Papua.

Woi jangan duduk di batu itu! Ada Sangkuriang, ada Majapahit, ada Homo Erektus.

Ada Gajah Mada. Gerangan hidup jadi sejarah. Tersulur dalam ingatan.

Ada walisongo, ada Menara Kudus, ada Sunan Gunung Jati. Syeh Siti Jenar di mana?

Ada mantan presiden kita pada awal-awal memimpin suka memelihara katak.

Kini ganti presiden penyayang kucing.

 

Babad tanah leluhur lahir. Jelang proklamasi kedua.

Ada Bengawan Solo, ada citarum, ada cikapundung.

Ada bau sampah menyeruak dari jantungku.

 

Indonesia, 2022-2024

 

LAUTAN LINGUISTIK

 

Engkau terbang bawa bahasa. Laut tenang ombaknya tertata. Jadi kalimat semesta. Berjubel kata-kata, tapak-tapak bekas kaki mengucap. Menyusun kamus di pasir. Mendulang kosakata serapan. Bapak linguistik Ferdinand de Sausure tertidur di perahu tongkang memeluk sintaksis atas nama parole yang hilang.

 

Ada kerinduan menyusuri lembar idiom pada garis bianglala semantik. Karang jadi tanpa fonologi ia cuma wacana yang nyaris bunuh diri lantaran si camar tak lagi gandrung bacakan kitab suci. Si angin malah menjerit dalam serbuan bahasa asing. Ia tak bisa menghibur menghembus dalam sosiolinguistik yang basi.

 

Indonesia, 2022

 

PUIAI EH ISTRI*

 

Puisi ya seperti istri juga

kata Darmanto Jatman istri ya mesti digemateni

Puisi bisa jadi sumber kesabaran

atau keranjang keluhan

 

Saat kau kecewa diselingkuhi orang tercinta

kau bisa tulis selingan, atau sekadar baca puisi

 

Puisi selalu menjaga kata-kata kita,

sabda-sabdamu, dan firman-firmanNya

atau mungkin jadi semacam doa. Penuh air mata

 

Ah tidak perlu risau

mencintai puisi sama juga seperti mencintai istri

puisi itu hiasan jiwa. Saat kasmaran

misalnya kita bakal buru-buru menulis puisi.

Ya bila cintanya platonis

cuma bisa membayangkan tak bisa merangkul senyatanya.

 

Puisi juga dapat kiranya menampung amuk saat lihat negara berantakan

Ya kita kalau ada masalah, curhat kita kepada istri itu lebih nyaman.

 

Tapi kalau istri jangan dibawa-bawa selain dalam urusan rumah tangga. Oh, itu salah besar. Itu kuno. Istri memang teman. Seperti puisi, kan. Makanya kalau orang gandrung terhadap puisi, pasti segala sesuatunya bakal jadi puisi. Contohnya ya almarhum Jatman. Golf untuk Rakyat-lah, Bangsat-lah, dan jadilah buku. Dijual. Dapat fulus? Meski mungkin tak seberapa. Tapi halalnya luar biasa. Berkah menulis puisi

 

Ya puisi itu istri, teman dalam hidup. Pokoknya tulis saja. Jangan terpenjara oleh aturan kuno. Andalkan rasa, niat kuat memuliakan kata-kata. Eksistensi kilau dan gemerlap

dari permasalahan yang ada. Bukankah dalam malam ada bulan? Ya begitulah dalam hidup mesti ada sedikit penerang rasa. Ya puisi. Tapi ya jangan kau jual istri ke Arab Saudi!

 

Indonesia, 2021

*Hipogram puisi ini adalah puisi berjudul ISTRI karya karya Darmanto Jatman. 

 

—————————————————————–

Biodata

Lukman A Sya (Lukman A Salendra), lahir dan besar di Sukabumi, Jawa Barat. Meraih gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia dengan Judul Skripsi: Nafas Islam dalam Teks Puisi SEMBAHYANG RUMPUTAN karya Ahmadun Yosi Herfanda (Studi Semiotik dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah).  Pada tahun 1997/1998 terpilih menjadi Ketua Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) Universitas Pendidikan Indonesia.

Karya puisinya masuk dalam Antologi Puisi Jazirah 2 Segara Sakti Rantau Bertuah, Editor Penyelaras: Rida K Liamsi yang diterbitkan Bersama Dinas Kebudayaan Kepri, Dewan Kesenian Kepri, dan Yayasan Jembia Emas, dll. Selain bekerja menulis puisi, berkiprah juga sebagai Wartawan Tersertifikasi Kompetensi Utama Dewan Pers, anggota Persatuan Wartawan Indonesia. Kini bekerja pada salah satu media lokal di Tenggarong Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Related posts

Leave a Comment

19 − two =