PUISI 

Elegi di Warung Kopi

Puisi-puisi: Ardhi Ridwansyah _________________________________________________________________

 

ELEGI DI WARUNG KOPI

Di warung kopi,
Kita menepi,
Kau bercerita,
Kalau hari ini,
Telah mencincang cinta.

Sedang aku sibuk,
Menerka keindahan,
Yang meringkuk di sepasang mata,
Seorang wanita.

Kataku,
“Aku ingin melukis sajak di matanya.”
Katamu,
“Semua kata-katanya tak lebih dari bangkai kucing,
Yang terkapar di jalan, terlindas
Motor tua,”

Aku tertawa, sembari setel musik punk,
Pada telingaku ada Marjinal,
Dan kau memilih Tulus,
Ihwal hati-hati di jalan dan melambaikan tangan,
Pada seorang pria yang meludahinya,
Dengan kopi dan senja.

Kita asik sendiri,
Serasa menyendiri,
Hanyut dalam lantunan suara,
Dan lara yang berlarian,
Dalam otak yang mulai retak,
Menyisakan kepingan luka,
Terserak dalam meja,
Penuh kisah yang cacat.

Jakarta, 2022

 

DALAM PERUTMU AKU BERSEMBUNYI

Dalam perutmu,
Aku bersembunyi,
Sebagai ular berdarah dingin,
Yang siap menerkam tikus,
Sebagai kaktus berdiri kukuh,
Di atas gurun yang tandus.

Dan telah kusematkan,
Duri mawar yang berguguran,
Pada pusara bernisan kayu,
Yang lapuk di guyur hujan,
Dibelai terik mentari;
Terkapar rasa yang mati!

Pun telah pudar huruf
Yang sempat merangkai kalimat mesra,
Menjadi rinai siang hari, menjadi guntur,
Yang suaranya sukar luntur,
Jadi melodi dalam telinga rindu kesunyian,

Maka aku tetap nyaman di perutmu,
Menutup telinga,
Dari kebisingan dunia.
Menjadi bayi tanpa dosa.

Jakarta, 2022

 

MENGINGATMU

Aku mengingatmu,
Sebagai coretan anak kecil,

Yang suka bermain kata-kata,
Melukis garis pelangi,

Membuat wajah iblis,
Mengukir senyum ibu,
di tengah hujan sendu,
Gunung yang ada sawahnya,
Dan sebuah rumah,
Tanpa ayah di dalamnya.

Jakarta, 2022

 

MENGINGATMU (2)

Aku mengingatmu,
Sebagai ibu,
Yang melahirkan puisi,
Dalam kepalaku yang jemu.

Menyusui kata-kata,
Titik dan koma,
Di dadamu yang ranum.

Menabur kisah menjelma kasih,
Tawamu mengukir rindu tanpa benci,
Belai jemari menjadi diksi yang sulit,
Untuk membasi.
Kau selalu di sisi.

Jakarta, 2022

 

Ardhi Ridwansyah, kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998.  Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (2019). Termasuk 115 karya terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Bengkel Deklamasi 2021. Puisinya juga dimuat di media seperti labrak.co, kawaca.com, Majalah Kuntum, Majalah Elipsis, Radar Cirebon, Radar Malang, koran Minggu Pagi,  Harian Bhirawa, Dinamika News, Harian Fajar, koran Pos Bali, Riau Pos, Suara Merdeka, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Kediri, Nusa Bali, dan Suara Sarawak (Malaysia). Instagram: @ardhigidaw

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

sixteen − eleven =