Berita 

Sastrawan dan Mahasiswa Meriahkan Peluncuran Novel Rida K Liamsi

Litera (Depok)- lebih seratus orang yang terdiri dari sastrawan, akademisi dan mahasiswa memadati ruang VIP Longue perpustakaan Universitas Indonesia memeriahkan peluncuran dan diskusi Novel Megat karya budayawan Riau Rida K Liamsi hari ini, kamis 10/11. Ruangan dengan kapasitas seratus orang tersebut tak mampu menampung jumlah pengunjung hingga sebagian yang hadir harus duduk di luar ruangan.

Sebagian besar pengunjung adalah mahaiswa dan akademisi UI yang antusias mengikuti acara sejak awal hingga usai acara. sebagian lagi adalah para sastrawan ibukota yang sering aktif di acara dan aktifitas sastra seperti Ewith Bahar, Fathin Hamama, Ariani Isnamurti, Nuyang Jaimee, Ade Novi, Willy Ana, Jimmy J Johansyah, Mustafa Ismail, Ace Sumanta, Edy Pramduane, Heryus Saputro dan beberapa lagi. Hadir juga Nuroji ketua umum Dewan Kesenian Depok (DKD) dan Kazzaini Ks yang merupakan ketua Dewan Kesenian Riau.

Acara dimulai tepat pkl 14.00, dibuka dengan sambutan penulis novel Megat , Rida K Liamsi. Dalam sambutannya Rida K Liamsi menjelaskan bahwa novel Megat adalah novel sejarah yang kental dengan budaya Melayu.

“Saya menulis novel ini selama empat tahun. Saya dedikasikan novel ini untuk tiga orang, istri saya, sahabat saya SCB, dan Hasan Yunus yang telah meninggal dunia tiga tahun lalu. Mereka bertiga adalah sosok-sosok yang berjasa dalam hidup saya terutama dukungan mereka pada saya dengan memberi semangat untuk terus berkarya dan menulis sastra,” tutur Rida yang juga dikenal sebagai jurnalis dan raja media di wilayah Sumatra. Rida juga bercerita jika Megat adalah novelnya yang kedua. Novel Rida yang pertama adalah Bulang Cahaya (2008). Novel pertama tersebut dalam waktu dekat akan segera diangkat dalam film layar lebar.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan kepala perpustakaan UI, bapak Fuad Ghani. Fuad mengatakan jika perpustakaan UI adalah perpustakaan terbesar di Asia Tenggara dengan anggaran sebesar 25 milyar pertahun. Hanya saja banyak materi dan literatur di perpustakaan tersebut berasal dari luar negri. Fuad sangat mendukung jika ada diskusi seperti novel Megat yang mengangkat budaya lokal dalam negri. Pada acara tersebut juga diserahkan beberapa karya Rida dan sastrawan Riau lain kepada Fuad selaku kepala perpustakaan UI. Penyerahan buku dilakukan oleh Kazzaini Ks, ketua Dewan Kesenian Riau.

Sutadji Calzoum Bachri yang diminta memberi sambutan menyatakan jika sejarah dan sastra memiliki hubungan kreatif. Satu hal yang cukup unik dalam acara peluncuran buku adalah dengan tampilnya sanggar dari Waroeng Betawi Ngoempoel pimpinan Nuroji , Ketua umum DKD. Budaya Betawi seperti berbalas pantun yang sering kita lihat dalam tradisi palang pintu tampil dengan kemasan “serah dandang.” Setelah acara peluncuran buku dengan tradisi Betawi, dilanjutkan dengan penandatangan pada Banner .

Diskusi sendiri menghadirkan pembicara Putu Fajar Arcana (redaktur Kompas) dan kritikus Maman S. Mahayana dan dimoderatori oleh Hasan Aspahani. Acara diselingi juga dengan pembacaan cuplikan novel Megat oleh Asrizal Nur.

Dalam pembacaannya Putu Fajar Arcana mengatakan jika profesi Rida sebagai dosen, sastrawan, dan juga jurnalis membuatnya cukup dalam dan matang saat menceritakan karakter-karakter dalam novel Megat.

“Novel ini sebenarnya sederhana yang dibalut mitos namun kaya tehnik. Tokoh Adinda adalah representasi cara pandang Malaysia terhadap Indonesia, sementara Megat adalah representasi Indonesia terhadap Malaysia. Rida juga cukup jeli dengan memasukkan budaya-budaya modern.” Jelas Putu Fajar Arcana yang juga dikenal dengan panggilan “Can” ini.

“Ini adalah novel rekonsiliasi dua negara namun setengah hati. Selain itu novel ini adalah novel yang kental dengan budaya Melayu namun mencoba tampil beda dengan citra melayunya,” tambah Can.

Sementara Maman menjelaskan bahwa Indonesia harus berterima kasih pada Melayu. Meski Maman juga mengakui jika dirinya masih merasa “muallaf” dengan mudaya melayu. Menurutnya melayu telah berkontribusi besar pada bangsa Indonesia.

“Indonesia sesungguhnya telah memiliki tradisi baca sejak lama sekali sebelum akhirnya penjajah datang dan mengubah aksara menjadi latin. Novel Megat ini kaya dengan etnik dan kultur. Novel ini juga bisa menjaga silaturahmi antar etnik.”

Diskusi berjalan dengan meriah karena sang moderator Hasan Aspahani mampu membangkitkan suasana diskusi juga para pengunjung yang sebagian besar mahasiswa UI tersebut cukup antusias dan kritis, terlihat dari beberapa pertanyaan dan tanggapan saat sesi tanya jawab. Acara ditutup tepat pukul 17.00 dengan acara penandatanganan buku oleh Rida K Liamsi serta acara foto bersama. (Mahrus Prihany)

Related posts

Leave a Comment

5 + thirteen =