Jadikan Menulis Sebagai Tradisi Mahasiswa

Oleh: Ansar Salihin

I. PENDAHULUAN

Menulis adalah bagian dari media berekspresi. Seseorang menulis karena ingin menuangkan ide yang telah menumpuk dalam pikirannya. Banyak orang tertarik dalam bidang tulis menulis salah satunya ingin menjadi seseorang yang dikenal. Terlepas dari hal itu, menulis adalah suatu kegiatan positif yang mendayagunakan kata-kata. Seseorang yang tidak dapat menuangkan ide-ide secara lisan dapat mengungkapkannya melalui tulisan.
Mahasiswa sebagai generasi bangsa yang dihadapkan dengan ilmu pengetahuan yang berlimpah bisa menjadi modal dalam membudayakan bangsa menulis. Setelah tersaji pengetahuan yang tanpa batas tinggal bagaimana para mahasiswa menyikapinya. Jadi membudayakan menulis sekaligus pencerdasan bangsa.

Mahasiswa pada saat sekarang ini, banyak yang tidak mampu menulis. Yang dimaksudkan menulis disini adalah menulis karya ilmiah, karya tulis ilmiah dan menulis karya lainya. Mahasiswa disibukkan dengan kegiatan-kegiatan organisasi dan kegiatan lainya, sehingga kebanyakan mahasiswa dididik hanya mampu berbicara saja. Sedang apa yang dibicarakanya tidak mampu untuk dituliskanya, dan tidak mampu menyampaikan pengetahuannya malalui tulisan. Hanya sebagian kecil mahasiswa yang mampu menyampaikan pengetahuan dan apresiasinya melalui tulisan.

Setiap universitas dan perguruan tinggi selalu menuntut mahasiswa agar mampu untuk menulis. Seperti kegiatan belajar mengajar dalam kuliah, dosen sering memberikan tugas kepada mahasiswa untuk membuat makalah. Begitu juga dengan tugas akhir mahasiswa selalu dipertanggung jawabkan dengan karya tulis yang berupa skripsi. tapi mahasiswa sering bermalas-malasan untuk menulis, bukan mahasiswa tidak mempunyai kemampuan tapi mereka tidak mempunyai kemauan menulis.

Banyak faktor yang menyebabkan banyak mahasiswa tidak suka dengan menulis. Salah satunya yaitu phobia menulis. Tidak jarang mahasiswa merasa khawatir bila nanti tulisan-tulisan yang dibuatnya dinilai jelek oleh pembacanya. Itu sama sekali bukanlah masalah yang besar. Semuanya butuh proses, tinggal bagaimana kemauan dari mahasiswanya itu sendiri.

Menulis itu tidaklah sesulit yang sebagian orang bayangkan. Ketika ada orang yang berkata “saya tidak bisa menulis” itu adalah kesalahan pertama yang menjadikan dirinya semakin tidak mau untuk menulis. Selama dirinya masih bisa bertutur (ngobrol) tentu menulis pun pasti bisa, karena menulis itu sendiri tak ubahnya bertutur.

II. PEMBAHASAN

Menulis adalah kegiatan yang memberdayakan diri sendiri dan orang lain. Karena ide, pemikiran, hal baru, sejarah, ataupun cerita dapat disampaikan kepada orang lain secara lebih luas melalui media tulisan. Kesempatan besar untuk menyebarkan ide dan pemikiran perlu didukung dengan kemampuan menuliskan dan menyampaikan dalam bentuk tulisan secara baik. (Prof. Dr. H. Imam Soeprayogo, Rektor UIN Maliki Malang)

Mahasiswa selayaknya terlatih untuk menulis sejak sekolah dasar dan menengah. Bekal itu berguna di bangku kuliah ketika mereka dituntut melakukan analisis, dan berpikir kritis. Hasil pengamatan dan analisis kemudian dituangkan dalam tulisan yang bersifat ilmiah. Memang ada jenis tulisan yang tidak ilmiah, tetapi dalam kerangka akademik, mahasiswa diberdayakan untuk menulis karya tulis ilmiah.(Prof. Dr. H. Imam Soeprayogo, Rektor UIN Maliki Malang)

Data yang diperoleh dari dodi faedllullaoh. Seringkali kita dengar bahwasanya mahasiswa adalah orang-orang yang mempunyai nalar kritis yang luar biasa. Sejarahpun mencatat bahwa gerakan-gerakan mahasiswa mampu menjadi pelopor dalam setiap aksi membela rakyat.Bahkan salah satu rezim otoritarian pernah berhasil diruntuhkan oleh gerakan mahasiswa.

Sebagai calon pemimpin patutlah memiliki kemampuan-kemampuan yang mumpuni. Retorika-retorika yang sering sekali diteriakan bisa menjadi salah satunya. Namun itu tidak cukup. Ada hal yang juga harus menjadi standar kemampuan para mahasiswa selain kepandain dan kemampuan mereka dalam berbicara yakni menulis.

Memang tidak seperti aksi-aksi demonstrasi, menulis masih menjadi suatu kegiatan yang miskin peminatnya. Kegiatan menulis tidak terlalu membumi dikalangan mahasiswa. Adapun menulis menjadi suatu pilihan terpaksa bilamana ada tugas-tugas kuliah yang mesti dikerjakan. Itupun belum jaminan mahasiswa akan menulis. Dewasa ini, dengan merebaknya serangan teknologi semacam internet, tidak sedikit dari mahasiswa yang lebih memilih jalan instan, semuanya cukup dengan copy-paste .

Dengan menulis kita sebenarnya bisa mengembangkan apa yang ada dalam benak dan hati kita yang kemudian dituangkan dalam media dengan rangkaian kata-kata. Diksi yang diambil tak perlulah berat namun tetap harus informatif. Karena menulis memang bukan ajang gaya-gayaan agar terlihat intelek. Menulis bisa menjadi media penyalur aspirasi atau luapan perasaan si penulis dengan begitu orang lain bisa menjadi tahu apa yang ada dalam persaan kita.

Dalam sejarah pendidikan menerangkan bahwa bangsa Parsi Kuno dahulu, dikenal menjadi maju ilmu pengetahuannya tatkala berhasil menggerakkan bangsanya dalam tulis menulis. Ukuran kecerdasan seseorang di negeri itu dilihat dari kemampuannya dalam menulis atau mengarang. Sehingga untuk menguji para siswanya dilakukan dengan cara memberikan tugas untuk membuat karangan. Dalam ujian akhir suatu jenjang pendidikan, para siwa dimasukkan ke ruang yang telah disiapkan, kemudian mereka ditugasi untuk membuat karangan.

Begitulah pentingnya budaya menulis bagi generasi bangsa. Suatu bangsa tidak bakalan maju apabila para penulis tidak ada lagi di dalam bangsa atau Negara tersebut. Di Indonesia pada kenyataanya saat sekarang ini, dalam dunia pendidikan terutama di SMP dan SMA sangat jarang diajarkan budaya untuk menulis terutama karya tulis ilmiah, para siswa dihadapkan dengan soal-soal latihan sesuai kurikulum, diberi ujian pilihan ganda, sangat jarang seorang guru memberi tugas berbentuk karangan. kecerdasan siswa tidak dididik dengan menulis tapi dididik dengan berfikir saja.

Begitu juga dengan mahasiswa pada saat sekarang ini, mahasiswa lebih banyak ditekankan untuk berbicara daripada menulis. Sebenarnya keduanya sangat berkaitan dengan adanya kecintaan menulis maka timbul juga kecintaan membaca, sehingga pengetahuan lebih luas dan berbicara didepan umum bisa lebih baik dan sesuai dengan fakta dan bisa dipertanggung jawabkan melalui bacaan dan tulisan.

Menulis itu tidaklah sesulit yang sebagian orang bayangkan. Ketika ada orang yang berkata “saya tidak bisa menulis” itu adalah kesalahan pertama yang menjadikan dirinya semakin tidak mau untuk menulis. Selama dirinya masih bisa bertutur (ngobrol) tentu menulis pun pasti bisa, karena menulis itu sendiri tak ubahnya bertutur.

Mengingat banyaknya manfaat kegiatan menulis, budaya menulis tentu perlu ditumbuhkembangkan. Namun untuk menumbuhkan kebudayaan tersebut hal yang pertama kali yang harus dimiliki yaitu menumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan kita dalam hal membaca. Sebab dibutuhkan kemampuan ataupun kecerdasan bahasa guna mengungkapakan pemikiran agar ketika menulis, seorang penulis dapat dengan mudah dalam hal pemilihan kata yang tepat didalam tulisannya. Dan membaca merupakan solusinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak juga kata-kata yang bisa diproduksi.

Suatu fenomena yang terjadi saat ini adalah, menulis ibarat sebuah momok yang menakutkan. Padahal dalam menempuh pendidikan, kita tidak dapat melepaskan aktivitas kita dari kegiatan membaca dan menulis. Seringkali kita menemukan, banyaknya jumlah mahasiswa yang harus tertunda kelulusannya karena terkendala dalam tugas akhirnya dalam penulisan skripsi.

Ada satu kejadian menarik yang pernah dialami oleh penulis. Ketika dikelas, seorang dosen bertanya tentang suatu hal yang terkait dengan mata kuliah namun tak ada satu-pun yang mampu menjawab. Pada akhirnya sang dosen tersebut menyuruh para mahasiswa-nya untuk menulis jawabannya di selembar kertas saja. Ternyata pasca suruhan tersebut, walau hanya untuk satu pertanyaan saja para mahasiswa menuliskan jawaban dikertasnya masing-masing dengan jawaban yang bisa dikatakan panjang, sekitar hampir satu halaman kertas terisi. Penulis berpikir ini terjadi karena memang tidak semua kata bisa diucapkan, maka dengan lewat menulislah bisa dijadikan alternatif saat terjadi kebisuan lisan menimpa kita.

Menulis juga ibarat sedang mengukir sejarah. Bisa jadi apa yang telah kita tuangkan dalam tulisan akan menjadi bukti sejarah. Suatu hari nanti para penerus kita menemukan tulisan-tulisan yang telah kita buat dan dijadikan referensi dalam menatap jejak kejadian-kejadian yang terjadi dimasa lalu dalam tulisan kita. Tulisan membuat kita akan dikenang oleh zaman dan juga bisa bisa mewariskan cita-cita dan perjuangan kita kepada generasi penerus.

Mengapa mahasiswa harus menulis? Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Bangsa menuntut mahasiswa untuk menulis, karena apabila para penulis sudah tidak ada lagi siapakah yang akan penggantinya. Yang pasti salah satunya adalah mahasiswa. Karena tulisan-tulisan yang dihasilkan mahasiswa mempunyai intelektual yang tinggi dan sangat bermafaat bagi perkembangan suatu bangsa dan negara.

Di sini mahasiswa dituntut menulis bukanya hanya diwaktu kuliah saja, dan bukan hanya menulis sesuia bidang dengan akademiknya. Tetapi bangsa dan negara menuntut mahasiswa setelah selesai kulyah bisa menghasilkan tulisan-tulisan, baik itu buku, majalah, berita di Koran, dan sebagainya yang sesuai dengan keahliannya. Yang dapat bemanfaat bagi kehidupan bangsa dan negra.
Yang bertanggung jawab terhadap terhadap tulisan, sejarah, peristiwa dan juga bahasa dan sastra bukan hanya hanya sejarahwan, sastrawan, ahli bahasa dan sebagainya. Tetapi, yang bertanggung jawab terhadap menulis adalah semua ong yang termasuk didalamnya adalah mahasiswa. Jadi kepada mahasiswa tingkatkanlah budaya menulis. Supaya nanti apabila tidak ada lagi penulis di dunia ini kata dapat menggantikannya sebagai penerus bangsa.

III. KESIMPULAN

Dari paparan diatas menjadi jelas bahwa sekarang tak ada alasan lagi untuk tidak menulis karena menulis sudah menjadi suatu keharusan. Mari membudayakan menulis dalam kehidupan kita, jadikan ini sebagai tradisi mahasiswa si calon pemimpin bangsa. Ada banyak media yang bisa dijadikan tempat publikasi tulisan-tulisan kita. Saat ini teknologi berkembang pesat, taruh saja tulisan kita dalam fasilitas note di akun facebook kita atau yang sudah menjadi life style banyak orang semacam blog pribadi. Dengan begitu sebenarnya kita bisa lebih independen dan leluasa dalam menulis.
Para mahasiswa yang sudah berlatih untuk membiasakan diri menulis, maka sebenarnya yang bersangkutan sudah berlatih banyak hal terkait dengan intelektualnya, sosialnya, dan bahkan juga emosionalnya. Saya seringkali mengatakan bahwa, kehebatan seseorang, terutama di bidang ilmu-ilmu sosial, maka sebenarnya bisa diketahui dari dua hal, yaitu pertama, bagaimana hasil tulisannya selama itu. Dan kedua, dari bagaimana cara berbicaranya. Seseorang yang tidak pernah menulis dan berbicara dengan baik, maka ia tidak bisa diketahui sejauh mana kemampuan intelektualnya.
Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap menulis hal yang pertama kali yang harus dimiliki yaitu menumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan kita dalam hal membaca. Sebab dibutuhkan kemampuan ataupun kecerdasan bahasa guna mengungkapakan pemikiran agar ketika menulis, seorang penulis dapat dengan mudah dalam hal pemilihan kata yang tepat didalam tulisannya. Membaca merupakan solusinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak juga kata-kata yang bisa diproduksi.
Dipenghujung tulisan ini, sekali lagi penulis mengingatkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin kepandaian beretorika tidaklah cukup, harus ada sinergi dengan kemampuan dalam menulis. Menulis itu sama sekali tidak sulit, asal ada kemauan dan motivasi untuk menulis, itu saja. Akhir kata sebagai penutup dari penulis, ada satu ajakan untuk semua mahasiswa diseluruh penjuru negeri ini, “Mari jadikan menulis sebagai tradisi mahasiswa!”

Tinjauan Pustaka
Atmazaki. 2006. Kiat-Kiat Mengarang dan Menyunting. Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia. Buku ini penulis pergunakan untuk pedoman langkah-langkah pembuatan karya tulis ilmiah, pedoman untuk penggunaan tanda baca dan ejaan dalam kata dan kalimat, dan pedoman kiat-kiat mengarang dan menyuting isi tulisan.
Gary Provost. 1999. Cara Meningkatkan Kemampuan Menulis. Semarang: Dahara Prize. Buku ini dipergunakan untuk pedoman memperbaiki tulisan, pedoman membentuk kalimat dan paragraf, pedoman mengembangkan paragraf, dan buku ini dipergunakan podoman untuk langkah-langkah pembuatan karya tulis ilmiah

Daftar Pustaka
Atmazaki. 2006. Kiat-Kiat Mengarang dan Menyunting. Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia
Gary Provost. 1999. Cara Meningkatkan Kemampuan Menulis. Semarang: Dahara Prize
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=456:mengapa-kita-perlu-menulis-&catid=25:seni-budaya&Itemid=313

Budaya Menulis

Penulis adalah Mahasiswa jurusan Seni Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Sumatera Barat. Anak muda berkelahiran di Negeri Berselimut Kabut desa Kepies Ijo, Bener Meriah, Aceh (11 Juni 1991). Selain berkarya lewat Seni Rupa dia juga begiat di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang. Lewat Kuflet, ia pun terus berkreativitas dan berlatih menulis Karya Sastra dan Jurnalistik. Tulisannya berupa puisi, esai, berita dan karya lainnya.

Related posts

Leave a Comment

two × two =