Puisi Pilihan 

Sajak-sajak Thomas Budi Santosa

DI GLENEAGLES HOSPITAL

di gleneagles hospital
di operation theatre suite
aku datang padaMu
“sejak dahulu sudah
aku serahkan telinga ini
dan sekarang aku serahkan pula
telingaku, dan hidupku
sebab Engkaulah yang
empunya diriku”

sesaat duniaku terlena
selama tiga jam, entah ke mana
dan ketika aku siuman
pertanyaan pertama
“apakah aku sudah selesai?”

di gleneagles hospital
di ruang empat tujuh belas
aku temukan diriku
berkeping seribu
kulihat fatamorgana, panjang
terbentang di depan
dan kuputar kembali
cakrawala kehidupan
yang kutempuh, sepanjang
separoh hidupku
yang sempat meluruhkan
air mataku

di gleneagles hospital
aku temukan kembali, cintaku
yang terkikis waktu, yang panjang
sejak cinta dipersatukan
waktu yang sempit
yang menyekat kasih, dan
waktu yang sisa
yang menyimpan derita
(dan membuat segalanya sia-sia?)

di sana
aku temukan kembali, cintaku
isteriku
aku temukan, sahabat-sahabatku
dan surat-surat dari jauh
dan percakapan-percakapan dari jauh
yang menopangku
dengan semangat, dan
penghiburan, dan doa
dan firmanNya
yang membuat aku
tegak berdiri
kembali

singapura, 15.12.86

MINGGU BAHAGIA

dua pasang mata bening
saling bertemu sayang
dua hati sejernih telaga
berpadu dalam cinta suci
yang tak akan pernah mati

nopember dua puluh
cerah dan cerah
tak ada selembar mendung
tak ada angin desah
burung gereja bernyanyi sampaikan salam
pada gemulai daun palma

ayah bunda terkasih
ayah bunda terkasih
bertemu dalam satu titik yang cerlang
anak dan anak
terjalin dalam keresmian adat
menjadi milikku dan milikmu
begitu indah
begitu cinta
begitu bahagia
penuh gairah hidup
di atas hikmah tuhan

nopember dua puluh
tak akan pernah terulang
seperti minggu ini

1966

NYANYIAN SEPASANG DAUN WARU

dua manusia
berpelukan di alam semesta
dalam kubangan air mata

hatinya pecah bersulang darah
putih tak seperti darah
karena derita habiskan warnanya
merah semerbak bau mawar
karena durinya terpasang sepanjang perjalanan

manusia kenal dua ribu warna
jagad raya punya berapa
baginya cuma ada warna buta
dan cinta mendulang misterinya
sacinko, begitu bisiknya
kocinsa, itulah sandinya

jarum jam tak bergoyang lagi
tertindih asa yang jatuh
dari pusat jantungnya
konyasa, rintihnya
sanyako, hiburnya

jarum waktu yang congkak
tak mau mengalah
ikut menikam dari depan
sanyako, desahnya
konyasa, ratapnya

aku ingin punya kuasa
dan kutuntut waktu
berjalan bersama bayanganku
menuju timur sebelum tengah hari

aku ingin punya kuasa
mengembalikan hari-hariku yang hilang

sacinko, sacinko
kocinsa, kocinsa
gaungnya tembus dua belas kisaran
membawa sisa bau bunga rumput

hari senja, matahari menjadi bulan
sanyako, sanyako
konyasa, konyasa
gemanya sahdu kandas ditelan ceruk bumi

aku menangis melihatnya
aku mendengar tenggelam di dalamnya

9 september 2000

Related posts

Leave a Comment

9 − six =