ARTIKEL 

Ritme Metafisik Puisi-puisi A. Mustofa Bisri

Oleh Abdul Wachid B.S.  ____________________________________________________________________   Di dalam buku kumpulan sajak yang ke-3, Pahlawan dan Tikus (Cet.I-1995, Pustaka Firdaus, Jakarta; Cet.II-2005, Hikayat Publishing, Yogyakarta), A. Mustofa Bisri membagi sajak-sajak ke dalam judul-judul subbab ini : “Puisi-puisi Gelap”, “Puisi-puisi Remang-remang”, “Puisi-puisi Agak Terang”, “Puisi-puisi Terang”, “Puisi Terang-terangan”, dan “Puisi Penerang”.

Read More
KRITIK 

POTRET BURAM NEGERI MAJOI

Oleh Ahmadun Yosi Herfanda, pelayan sastra ___________________________________________________________________                                                                          Ketika menghadapi zaman yang banyak diwarnai kerusuhan sosial, penyimpangan hukum, dan perselingkuhan birokrasi, penyair Taufiq Ismail menulis puisi  “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” (MAJOI). Puisi ini sepintas mengingatkan pada syair “Zaman Edan”, yang ditulis  pujangga Ronggowarsito dalam Serat Kalatidha, yang merupakan tanggapan kritis terhadap situasi sosial pada masa…

Read More
CERPEN 

DERAI HUJAN DAN KATAK-KATAK BERENANG DI KOLAM

Cerpen: Lintang Alit Wetan ____________________________________________________________________   “Kung…kek. Kung…kek…” Malam tintrim, hujan tumpah. Di blumbang atau kolam depan rumah, kulihat katak-katak lelumban, ciblonan berenang-renang kesana-kemari. Bagi mereka, keluarga katak, hujan mungkin adalah berkah berlimpah. Air dan daratan, dua tempat berbeda yang menjadikan para katak itu hidup dan beranak pinak. Kawanan katak terus bernyanyi dengan riang gembira di bawah guyur hujan yang berderai-derai.

Read More
PUISI 

Mengambil Luka di Langit

Puisi-puisi: Nandy Pratama ____________________________________________________________________   Mengambil Luka di Langit Hujan tiba di pelukan malam sedang langit tak benar-benar tahu caranya untuk pulang Pada tangisan anak kecil darah telah berubah menjadi dewasa Melukai hati sendiri ; diantara senyuman, pelukan dan ciuman Kau adalah hujan pukul 6 sore yang selalu berkata “ aku tidak apa-apa “

Read More
CERPEN 

(Tidak) Ada Surga di Kaki Ibu

Cerpen: Kak Ian _______________________________________________________________ Semua pasang mata mengarahkan kepadaku. Di ruang tamu, aku seperti terdakwa yang tidak bisa lagi untuk beralibi. Tak berkutik dan terpojok. Alibi-alibi yang kukatakan kepada mereka dianggap hanya sebagai dongeng peneman tidur. Esoknya membosankan bila diulang-ulang lagi diceritakan. Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa saat ini. Mereka benar-benar menganggapku sebagai sanderanya saja. Bila aku tidak menuruti kata mereka terpaksa membusuk di tempat pesakitanku saat ini.

Read More
CERPEN 

Calon Mayat

Cerpen: Zainul Muttaqin ____________________________________________________________________ Sudah hampir satu minggu Mak Murken jatuh sakit, lemas tiba tiba tubuhnya. Dia terbaring di atas ranjang, tak lagi banyak berkata. Sesekali saja ia bicara, pelan suaranya terdengar meminta sesuatu pada Wati, anak perempuannya itu. Semakin hari, wajah Mak Murken kian redup, pucat terlihat oleh Wati. Kecemasan tambah membelukar dalam dada Wati, takut ia bila ibunya meninggal.

Read More
PUISI 

Rel Kereta Stasiun Besar

Puisi-puisi: Setiyo Bardono ____________________________________________________________________ TANGGA STASIUN KERETA Menapaki anak-anak tangga stasiun kereta, aku belajar menghitung kalori yang terbakar sebanyak angka-angka tertera. “Naik tangga membuat jantung sehat,” katamu memberi semangat. Semoga itu bukan sekedar rayuan pemikat, agar aku melupakan eskalator yang sering tak sehat atau lift yang terkadang sekarat.

Read More